Deskripsi SYARAH UQUDUL LUJAIN INDONESIA
Aplikasi ini berisi Iklan Laporakan jika ada masalah.
Syaikh Muhammad Nawawi Ibn Umar (1813-1897) M/1230-1314 H)
yang terkenal dengan sebutan Syaikh Nawawi Banten, seorang ulama
Indonesia yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya sehingga pantas
mendapat julukan Sayyid Ulama al-Hijaz,4 memberikan perhatian khusus
terhadap hak dan kewajiban suami istri agar tercapai rumah tangga yang harmonis dan ideal. Untuk itu beliau menulis kitab Uqud al-Lujjain Fi Bayani
Huquq az-Zaujain yang berisi penjelasan tentang hak dan kewajiban suami
istri yang dilengkapi dengan landasan ayat-ayat al-Qur’an, hadis-hadis,
pendapat sahabat dan hikayat-hikayat. Tidak jarang beliau juga mengutip
pendapat para ulama pendahulunya, seperti pendapat Ibn Hajar dalam az-
Zawajir, pendapat asy Syarbini dalam tafsirnya.
Dalam kitab ini, hubungan suami istri adalah hubungan antara si kuat
dan si lemah. Suami adalah pihak yang kuat yang memiliki banyak kelebihan
baik fisik, psikologis, intelektual maupun keagamaan,5 sementara itu istri
adalah pihak yang lemah, kurang akal dan agama,6 bahkan Nawawi
mengatakan “seyogyanya istri mengetahui kalau dirinya seperti tawanan atau
amah (budak perempuan) yang lemah dan tak berdaya dalam kekuasaan
suami”, tentu saja istri wajib taat terhadap suami ketika diperintahkan apa
saja selain maksiat, tidak boleh menolak permintaan suami sekalipun di
punggung onta, tidak boleh keluar rumah dan puasa kecuali atas ijin
suaminya
Syaikh Muhammad Nawawi Ibn Umar (1813-1897) M/1230-1314 H)
yang terkenal dengan sebutan Syaikh Nawawi Banten, seorang ulama
Indonesia yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya sehingga pantas
mendapat julukan Sayyid Ulama al-Hijaz,4 memberikan perhatian khusus
terhadap hak dan kewajiban suami istri agar tercapai rumah tangga yang harmonis dan ideal. Untuk itu beliau menulis kitab Uqud al-Lujjain Fi Bayani
Huquq az-Zaujain yang berisi penjelasan tentang hak dan kewajiban suami
istri yang dilengkapi dengan landasan ayat-ayat al-Qur’an, hadis-hadis,
pendapat sahabat dan hikayat-hikayat. Tidak jarang beliau juga mengutip
pendapat para ulama pendahulunya, seperti pendapat Ibn Hajar dalam az-
Zawajir, pendapat asy Syarbini dalam tafsirnya.
Dalam kitab ini, hubungan suami istri adalah hubungan antara si kuat
dan si lemah. Suami adalah pihak yang kuat yang memiliki banyak kelebihan
baik fisik, psikologis, intelektual maupun keagamaan,5 sementara itu istri
adalah pihak yang lemah, kurang akal dan agama,6 bahkan Nawawi
mengatakan “seyogyanya istri mengetahui kalau dirinya seperti tawanan atau
amah (budak perempuan) yang lemah dan tak berdaya dalam kekuasaan
suami”, tentu saja istri wajib taat terhadap suami ketika diperintahkan apa
saja selain maksiat, tidak boleh menolak permintaan suami sekalipun di
punggung onta, tidak boleh keluar rumah dan puasa kecuali atas ijin
suaminya
Buka